Menjadi “Entrepreneur” Sejak Kecil
Memiliki orangtua yang menjadi pejabat di Perusahaan BUMN Pertamina pada masa Orde Baru, ternyata bukanlah suatu keistimewaan buat Iqbal Farabi. Padahal sudah bukan rahasia lagi, kalau di era tersebut, perusahaan yang menjadi tulang punggung ekonomi negara ini menyediakan, berbagai fasilitas untuk karyawannya yang tergolong mewah pada saat itu.
Orangtua Iqbal, Ben Syaiful Achyar bekerja sebagai kepala biro dan pensiun dengan jabatan akhir pejabat eselon II. “Ketika keluarga yang lain memiliki rumah mewah, dan mobil lebih dari satu, keluarga saya tetap sederhana. Ayah saya hanya memiliki satu mobil saja untuk beraktivitas,” ujar Iqbal mengenang masa kecilnya ketika tinggal di kawasan Tomang, Jakarta pada 1982.
Menurut pria kelahiran Balikpapan tahun 1978 ini, orangtuanya memang tidak memanjakan ketiga anaknya dengan berbagai kesenangan, tetapi siap bekerja banting tulang untuk menyekolahkan mereka, hingga ke jenjang paling tinggi. “Pendidikan menjadi hal utama untuk keluarga, yang lainnya di belakang”.
Menjadi pengusaha bukan merupakan cita-cita Iqbal. Ketika masih kecil, pria yang sempat mendaftar ke Akademi Militer ini berkeinginan menjadi dokter. “Ketika lulus SMA saya mencoba masuk Akademi Angkatan Udara (AAU). Cita-cita saya berubah menjadi pilot, karena ingin bepergian ke luar negeri,” kenangnya.
Namun, Iqbal disarankan untuk bergabung ke akademi militer yang lain. Karena gagal masuk AAU, akhirnya pria yang pernah mengikuti kegiatan Abang None Jakarta tahun 1999 ini memutuskan, untuk melanjutkan kuliah di Universitas Pelita Harapan (UPH) mengambil jurusan Ilmu Hukum pada 2001.
Menyadari mahalnya biaya kuliah, apalagi jika menuntut ilmu di salah satu kampus swasta terbaik di Tanah Air ini, Iqbal pun mencoba meringankan pengeluaran orangtuanya dengan bekerja paruh waktu (part time). “Saya menjadi sales promotion, sebelum akhirnya bekerja sebagai karyawan call center di Indosat,” katanya.
Bekerja menghasilkan uang, sudah bukan hal yang baru buat Iqbal. Ketika masih duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar (SD) ia sudah mencoba berjualan burger. Kemudian ketika duduk di bangku SMP ia menjadi penjual kue. Semasa remaja di bangku SMA, ia juga membuat dan menjual kaos.
“Karena orangtua mengutamakan pendidikan, uang jajan saya selama sekolah memang tak banyak. Jadi saya mencoba berusaha sendiri menghasilkan uang untuk ditabung, dan membeli apa yang saya inginkan,” katanya seraya mengaku tak merasa gengsi untuk berjualan.
Ketika mengikuti kegiatan Abang None Jakarta, Iqbal mengaku hal itu didasari pada pertimbangan materi. Karena sebagai finalis ia mendapatkan, banyak pekerjaan sampingan yang menghasilkan dari Pemda DKI. Uang yang diperolehnya itu pun diputarnya untuk berbisnis membuka kafe di daerah dekat kampusnya di Karawaci, Tangerang.
Tetapi Iqbal akhirnya menjual sahamnya di usaha kafe tersebut kepada rekannya. “Karena bisnis food and beverages ini mewajibkan kita untuk terus mengontrol kualitas makanan. Sedangkan saya tak memiliki waktu sehari-hari untuk melakukannya, sehingga akhirnya saya melepas bisnis ini,” ujarnya.
Lulus sebagai sarjana (S-1) pada 2001, Iqbal pun meruskan kuliah S-2 Magister ilmu hukum bisnis di UPH. Menurutnya dari ilmu yang dipelajarinya tersebut berguna ketika ia hendak mengambil keputusan, melakukan aksi dan bahkan melobi klien. Pengalamannya bekerja di Indosat dari call center menjadi Customer Sales Representative hingga Service Strategic Development, membuat Iqbal belajar ilmu bisnis telekomunikasi. Ia pun kemudian memutuskan terjun berbisnis sebagai penyedia layanan polling SMS untuk acara TV realitas di Trans TV, dan Penghuni Terakhir di ANTV.
Dalam sehari, ia mendapat keuntungan hingga sebesar Rp 200 juta. Pada 2003, Iqbal memutuskan membangun perusahaan sendiri. Selama berbisnis ia merasakan, kalau pergerakan di usaha ini kadang naik dan turun. Ia bahkan pernah tertipu oleh orang yang dia percaya, dan kehilangan uang dalam jumlah yang banyak. Tetapi bagi Iqbal itu merupakan, harga yang harus dikeluarkan dalam berbisnis (business cost).
Empat tahun membangun perusahaan, pada 2007 Iqbal memutuskan, melebarkan sayap usahanya tak hanya di bidang informasi teknologi, tetapi juga media internet, network service, asset management, hingga mining trading dengan menjual batu bara ke Korea. Iqbal juga secara pribadi melakukan investasi di bidang kelapa sawit pada 2008. Kantor tempatnya berusaha, dari mengontrak di kawasan Kebayoran Baru kini menjadi sebuah bangunan tiga lantai yang dimiliki sendiri di kawasan Kebayoran Lama.
Dalam berbisnis Iqbal mengaku learning by doing. Ia berani mengambil sebuah keputusan, karena sudah diperkuat dengan mempelajari keputusan tersebut. “Keberanian menjadi filosofi saya. Selain itu kita harus selalu ingat sejarah, dan siapa yang membina kita,” ujarnya menutup pembicaraan. [SP/Surya Lesmana]
Iqbal farabi
Tempat dan Tanggal Lahir: Balikpapan, Kaltim, 2 Februari 1978
Pendidikan Formal: Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan Jakarta (1990), SMP Negeri 87 Jakarta (1993), SMA Islam Al-Azhar Jakarta (1996), S-1 Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (2001), Magister Ilmu Hukum Universitas Pelita Harapan (2004).
Pekerjaan: Presiden Direktur PT Benang Komunika Infotama (BComm), Komisaris Utama PT Inti Utama Gemilang.
Penghargaan: Finalis Abang None Jakarta (1999), 100 Young Entrepreneurs versi majalah SWA (2005), “The Best Join Program” dalam Workshop and Gathering Content Provider PT Telekomunikasi Indonesia (2008), Juara 2 Teknopreneur Award.
Sumber media online : http://www.suarapembaruan.com/home/menjadi-entrepreneur-sejak-kecil/1431