Pasar Besar, Laba Nanti Dulu
Iklan “Mobile” , Perusahaan Harus Mengerti Model Bisnis yang Sesuai
Perusahaan mobile media global, BuzzCity, belum lama ini, mengumumkan Indeks Mobile Advertising Global periode kuartal III-2010. Tercatat, ada 17 persen pertumbuhan global pada periklanan di situs atau aplikasi mobile. Indeks Mobile Advertising Global mencatat setiap aktivitas periklanan di seluruh Jaringan Iklan BuzzCity, termasuk 2.500 penerbit konten di seluruh dunia.
Data tersebut mewakili permintaan para pengiklan untuk iklan mobile internet. Sebanyak 54 pasar masing- masing mendapatkan lalu lintas data per bulan melebihi 10 juta impresi. Angka ini naik dari 44 pasar di kuartal kedua dan 32 pasar di kuartal I yang berhasil meraih lebih dari 10 juta impresi. Tercatat, sedikitnya 14 negara telah mengalami pertumbuhan dua digit di periklanan mobile selama 3 bulan terakhir.
Sementara itu tiga pasar lain, yakni Libia, Korea Selatan, dan Kenya, menunjukkan pertumbuhan tiga digit. Sementara itu, India, Turki, Amerika Serikat, Malaysia, Afrika Selatan, dan Meksiko telah mengalami pertumbuhan dua digit selama tiga kuartal berturut-turut.
Khusus Indonesia, Indeks Mobile Advertising Global periode kuartal ketiga 2010 menunjukkan jumlah iklan banner mobile Indonesia masih paling tinggi. Meski demikian, untuk pasar Indonesia, belanja iklan cenderung berfl uktuasi. Ini menyebabkan penurunan pada angka jumlah iklan banner yang terpasang turun 16 persen atau mencapai 3,685,538,814 iklan dibandingkan periode sebelumnya.
Ditengarai menurunnya jumlah iklan mobile bersamaan dengan berkurangnya permintaan dari pengiklan dibanding dengan kuartal sebelumnya. Di pasar iklan mobile di Indonesia, khususnya pada jaringan iklan BuzzCity, terlihat pertumbuhan 57 persen selama September 2010.
Secara nasional, diperkirakan belanja iklan untuk mobile advertising pada tahun ini mencapai 150 milar rupiah. Group Head and Vas Marketing Indosat Teguh Prasetya mengakui layanan mobile advertising masih dalam tahap belajar di Indonesia sehingga.
“Industri belum matang untuk mobile advertising. Hal ini diperberat dengan perilaku dari pemasang iklan yang masih coba-coba di media baru ini,” jelasnya. Dia mengatakan Indosat mencatat laju pertumbuhan yang tinggi, bahkan untuk pendapatan mencapai dua kali lipat dari target awal yang diinginkan.
“Pengakses mobile advertising di Indosat sekitar 8 juta pelanggan. Kalau nominal rupiahnya tidak bisa diungkap,” kata dia. Teguh optimistis layanan ini akan bisa berbicara banyak beberapa tahun lagi karena secara akses ke target pasar lebih terukur.
“Sekarang memang price per impression dari mobile advertising belum sekompetitif media konvensional. Nanti, jika era mencari informasi kian tinggi di layar keempat alias mobile phone, baru angka berbicara lain.” CEO Domikado Ronald Ishak meyakini layanan mobile advertising akan berbicara banyak pada tahun depan seiring luasnya daya serap smartphone, tablet PC, sampai perangkat pintar bergerak sejenisnya oleh pasar.
“Pengiklan baru saja masuk ke ranah web. Mungkin membutuhkan waktu setahun lagi untuk masuk ke perangkat mobile,” katanya. Menurut dia, impresi iklan mobile sudah mulai terasa. Potensinya pun mulai terlihat. Hal itu ditandai dengan munculnya sejumlah aplikasi mobile yang diperuntukkan bagi pengguna smartphone.
“Tetapi, aplikasi yang dikembangkan harus memiliki karakter kuat. Strateginya tidak main-main. Pengembang sekarang sudah mulai memikirkan aplikasi apa yang kira-kira bisa mendatangkan uang dan keuntungan. Tak hanya sekadar aplikasi gratis. Karena itu, tiap pengembang harus memikirkan formula yang pas,” terang dia.
Penyesuaian Bisnis
Praktisi telematika, Andy Zain, mengungkapkan perusahaan kakap di Amerika Serikat yang telah memiliki basis kuat dalam pengembangan mobile advertising mengakui potensi pasar Indonesia lumayan besar, tetapi belum dari sisi keuntungan.
“Pemasang iklan di mobile advertising itu kebanyakan perusahaan asing. Sayangnya, kebanyakan mereka tidak mau menyediakan waktu untuk mengerti model bisnis yang sesuai di pasar Indonesia dan menyamaratakan sudut pandangnya dengan kacamata sendiri,” kata Andy. Dia menambahkan, pengguna mobile Internet di Indonesia masih banyak dari kalangan menengah ke bawah.
Kondisi itu bisa dilihat dari 80 persen ponsel beredar harganya di bawah 1,5 juta rupiah, dan kebanyakan pemakai mobile Internet aksesnya ke portal yang itu-itu saja, seperti Facebook. “Butuh edukasi lebih luas agar orang mau berinteraksi interaksi ke situs atau layanan yg berbeda. Inilah penyebab uang di mobile advertising ataupun layanan mobile lain masih terbatas.”
Praktisi telematika lainnya, Faizal Adiputra, menjelaskan pengiklan memasang produknya di media konvensional lebih untuk tujuan membangun citra. Sedangkan untuk akuisisi mulai menoleh pada medium digital. “Sebenarnya ada beberapa perusahaan yang bergerak di mobile advertising mulai menunjukkan sinyal positif.
Namun, tantangannya tidak hanya dari sisi pemilik produk, tetapi kemauan dari agency periklanan sebagai mitra pemilik produk,” jelasnya. Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) bidang ICT, Iqbal Farabi, mengatakan mobile advertising banyak digeluti pelaku usaha muda karena dinamis tantangan pengembangannya.
“Umumnya ini mainan anak muda. Jika bicara modal, memulai bisnis ini bisa dari segmen UKM. Modal utama adalah jaringan di pasar dan kreativitas,” kata dia. Sementara itu, pengamat telekomunikasi, Mochammad James Falahuddin, menegaskan jika pemain mobile advertising ingin menawarkan pemasangan iklan harus didukung kekuatan situs sebagai penarik pengunjung.
“Tidak bisa hanya mengandalkan aplikasi di ponsel, pelanggan harus dipicu dengan situs yang dimiliki agar ada interaksi. Selama tidak ada unique visitor di satu situs, akan susah berjualan ruang di mobile advertising”.
dni/E-5
Source : http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65635